Notifikasi Empat Puluh Tahun
Ada apa dengan usia empat puluh tahun?
Imam Malik Rahimahullah berkata, “Aku mendapati para ulama di berbagai negeri, mereka sibuk dengan aktivitas dunia dan pergaulan bersama manusia. Ketika mereka sampai usia 40 tahun, mereka menjauh dari manusia.” (Al-Jaami’ li Ahkaam Al-Qur’an, 14: 218)
Pengetahuan tentang pedoman agama dalam menjalani kehidupan ini merupakan hal yang amat penting bagi kita. Di antara pedoman tersebut adalah yang berkaitan dengan fase kehiduan di dunia yang mesti kita mengerti dan fahami. Bahwa ada sebuah masa di mana seorang manusia secara syariat dinilai telah sempurna dari sisi akal dan fikiran, yaitu saat berumur 40 tahun.
Banyak dalil yang menjelaskan tentang batasan usia 40 tahun sebagai titik tolak kesempurnaan akal ummat manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ إِحۡسَٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهٗا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهٗاۖ وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهۡرًاۚ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرۡبَعِينَ سَنَةٗ قَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَٰلِحٗا تَرۡضَىٰهُ وَأَصۡلِحۡ لِي فِي ذُرِّيَّتِيٓۖ إِنِّي تُبۡتُ إِلَيۡكَ وَإِنِّي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan. Sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai. Dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau. Dan sungguh aku termasuk orang muslim.” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Sebagaimana diterangkan oleh Imam Asy-Syaukani Rahimahullah, para ulama pakar tafsir menyatakan bahwa tidaklah seorang nabi diutus melainkan mereka telah berusia 40 tahun. Ayat ini menunjukkan bahwa jika seseorang mencapai usia 40 tahun, dia membaca doa seperti yang terdapat dalam ayat di atas (Fath Al-Qadir, 5:24).
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
…وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَيۡلَا يَعۡلَمَ مِنۢ بَعۡدِ عِلۡمٖ شَيۡـٔٗاۚ
” … dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun). Sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya” (QS. Al-Haj: 5).
Maksud dari usia tua dalam potongan ayat (ثُمَّ لِتَكُونُواْ شُيُوخٗاۚ) menurut Imam al-Qurthubi Rahimahullah adalah orang yang telah melewati usia 40 tahun (Al-Jami li Ahkamil Qur’an, 15: 330).
Kemudian Ibnu Katsir rahimahullah juga menyatakan bahwa ketika seseorang berada dalam usia 40 tahun, maka akal, pemahaman, dan kelemah lembutannya telah sempurna (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 623).
Berdasarkan hal ini, siapa saja yang telah melewati usia 40 tahun hingga akhir hayatnya, maka sesungguhnya dia telah berada dalam fase-fase terakhir kehidupan menuju sisa jatah usia yang tidak terlalu lama lagi. Sebagaimana kehidupan manusia yang umumnya akan berakhir pada kisaran usia 60 hingga 70 tahun. Sebagaimana hadis dari Abu Hurarirah Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “أَعْمَارُ أُمَّتـِيْ مَا بَيــْنَ سِتِّيْنَ وَسَبْعِيْنَ. وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ
“Usia umatku (umat Islam) antara 60 hingga 70 tahun. Dan sedikit dari mereka yang melewatinya” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Shahihul Jaami’ no. 1073).
Baca Juga: Siapa yang Menafkahi Orang Tua?
Karena kita tidak akan pernah tahu
Secara sederhana, apabila dirunut dari hitungan umur baligh seorang manusia, yaitu usia 15 tahun, maka waktu 25 tahun -mencapai umur 40- merupakan masa-masa pembentukan kualitas diri seseorang. Apabila masa tersebut dia pergunakan untuk melakukan ketaatan kepada Allah, tentu di usia 40 tahun tersebut –biidznillah– dia akan terus berbuat baik. Sebaliknya, apabila sebagian besar masa tersebut dia habiskan dalam kubangan maksiat, maka dia akan terbiasa pula melakukannya di usia 40 ke atas –wal iyadzu billah-.
Tidak ada seorang hamba pun yang mengetahui kapan ajal tiba. Semuanya dalam kekuasaan dan pengetahuan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala yang menentukan sampai kapan seorang manusia diberikan jatah usia. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
“Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat, lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizki, ajal, amal, dan celaka atau bahagia” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu).
Kita pun tidak akan pernah tahu, apakah akan diwafatkan oleh Allah Ta’ala di usia muda belia atau di usia tua renta. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَيۡلَا يَعۡلَمَ مِنۢ بَعۡدِ عِلۡمٖ شَيۡـٔٗا
“Dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun) sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya” (QS. An-Nahl: 70).
Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan bahwa maksud diwafatkan adalah ketika masih kuat di masa mudanya. Sedangkan diwafatkan di usia yang sangat tua yaitu di usia lanjut dan tua renta, ketika kekuatan akal, fikiran, pemahaman, dan keadaan dirinya semakin berkurang, menyusut serta lemah (Tafsir Ibnu Katsir, 6: 118, 832).
Oleh karena itu, selayaknya kita memanfaatkan sisa umur yang ada untuk senantiasa melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Mati adalah suatu keniscayaan. Ketidaktahuan akan waktu datangnya ajal pun merupakan ciri khas kita sebagai makhluk Tuhan.
Maka sungguh benar ucapan mulia Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang telah mengingatkan kita tentang hal ini, yaitu agar mengingat lima perkara sebelum datangnya lima perkara,
قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم لرجلٍ وهو يَعِظُه : اغتنِمْ خمسًا قبل خمسٍ : شبابَك قبل هَرَمِك، وصِحَّتَك قبل سَقَمِك، وغناك قبل فقرِك، وفراغَك قبل شُغلِك، وحياتَك قبل موتِك.
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum (datangnya) lima perkara (yang lain),
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang kematianmu” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 4: 34).
Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita agar kita selalu dapat mempersembahkan amal dan ibadah terbaik kepada Allah Ta’ala serta diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah.
Baca Juga:
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel asli: https://muslim.or.id/60076-notifikasi-empat-puluh-tahun.html